Financial Freedom, atau Emotional Freedom?

 Hai pejuang receh! Kali ini aku mau bahas satu hal yang menarik: freedom atau kebebasan. 

Kenapa sih orang-orang sibuk fokus ke financial freedom, tapi lupa dari sisi emosionalnya? 

The freedom to BE- The New Indian Express

Aku ngerasa kalau dulu, yang selalu aku kejar adalah financial freedom. Mau punya semua uang di dunia, mau jadi orang terkaya. Kenapa? Nggak tau, masih mikir, tapi pokoknya mau punya uang aja. Tapi yang aku yakin, uang bisa bawa kebahagiaan. Nggak langsung bikin happy, tapi segala hal butuh uang, termasuk untuk lakuin hal yang kita suka dan bahagiain orang disekitar. Jadi apa yang harus kita lakuin? Kerja lebih keras lagi biar dapet lebih banyak uang, atau bersyukur dan merasa cukup aja atas apa yang kita punya sekarang? 

Note: Financial freedom ketika aku bisa biayain semua kebutuhan dan gaya hidup pakai return/ hasil dari aset yang ada. Jadi kerja lebih ke opsional, bukan wajib dilakuin setiap hari. 

Sebelum diskusi lebih lanjut, coba kalian pahamin "law of diminishing return". Kondisi dimana misal kita butuh 10jt/bulan untuk hidup nyaman dan bahagia. Punya uang 100 juta atau 200 juta per bulan pun nggak akan nambah kualitas hidup kita. Karena ternyata kita nggak butuh sebanyak itu. 

It's good to have, tapi nggak menambah kualitas hidup secara pribadi. Tapi pada akhirnya, ada momen dimana kita kehilangan kebahagiaan untuk cari uang. Balik lagi ke mimpi setiap orang. Ada yang dengan 10juta / bulan cukup, ada yang 1m per bulan masih ngerasa ga cukup. 

Rekomendasi film netflix: spoiled brats. 

Lesson learned: jangan kejar sesuatu yang hampa. Gak akan pernah ada standard berapa yang harus kita hasilkan, tapi lebih ke kita butuh berapa banyak uang sih buat bisa ngerasa bahagia? 


Tumbuh dari keluarga brokenhome yang biasa-biasa aja, aku sejak kecil memang bukan keluarga berlebih. Mami kerja sendiri dengan menjahit, untuk bisa biayain hidup sehari-hari dan biaya sekolah aku & koko. Jangankan bisa jalan-jalan ke luar negri, ke luar kota aja udah amazing buat kita pada saat itu. 

Sejak sekolah, karena melihat kerja keras mami, aku jadi terpacu untuk juga bisa berpenghasilan. Mungkin belum bisa support keluarga, tapi setidaknya meringankan beban mami. Nggak pernah dikasih uang jajan, kita selalu bawa bekal. Jadi kalau ada penghasilan dari kerja (perform mc, nari, photoshoot, jualan, semua aku lakuin sejak sd) ini aku tabung atau kasih mami. Kadang kalau papi minta uang, ya aku kasih juga sih kalau ada hehe. Tapi jadi semangat, pengen buktiin ke orang sekitar yang suka bilang "anak brokenhome bisa apa sih" kalo kita juga bisa sukses. Semangat ikut lomba ini itu, kejar beasiswa, sampai akhirnya bisa di titik seperti sekarang. Bahkan sampai sekarang income aku sebulan bisa beli LV & gucci, aku masih ngerasa butuh cari uang untuk besok bisa hidup. 

Sekarang dengan bisa beli mini cooper/ alphard cash, kalo ga kerja sih bisa-bisa aja. Tapi jadi ngerasa bersalah sendiri, kok ga produktif? 

Semakin besar uang yang kita punya, semakin besar juga tanggung jawab dan masalahnya. Makanya nggak semua orang harus jadi konglomerat, dan ada yang bisa lebih cepet kaya dari kita. 

Pas baru bangun bisnis, agresif banget kerja bisa 16 jam bahkan lebih dalam sehari. Pagi sebelum ke kantor, ke kantor, pulang kantor, tidur, besok ulang lagi kayak gitu. Tapi pelan-pelan belajar delegasi, dibantu admin, tim, manager, asisten. Kita juga perlu ambil waktu buat keluarga, pasangan. Karena sayang aja kalo kita buang waktu yang berharga ke alokasi kerja, padahal uangnya juga kita ga butuh-butuh amat. Karena uang adalah pilihan. Setiap keputusan yang kita ambil, hitung harganya dari waktu orang yang kita sayang. 

Kalau mami udah umur 58, dengan kerja keras banget cuma bisa ajak ngobrol seminggu 1-2 kali. Padahal dengan kerja seminggu 2-3 hari dan sisanya ngobrol nemenin mami pun udah bahagia dan cukup. Mana yang bakalan kamu pilih? Hal yang sama berlaku buat persahabatan. 

Jadi menurutku, choose your schedule wisely. Bahagia ga melulu soal uang dan barang mewah. Menurutku, kebahagiaan secara emosional harganya jauh lebih mahal dan berharga . 

Financial Freedom, atau Emotional Freedom? Financial Freedom, atau Emotional Freedom? Reviewed by Jennifer Tan on 8:54 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.